Cartoons Myspace CommentsWELCOMEEEE!!!!
Lihat,, Baca,, n Komentarnya yah?? ^^v

Minggu, 27 Oktober 2013

parasit

Unej warna.JPG


MAKALAH
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Parasitologi)






Oleh:
Yessi Rizki Meirina                 (100210103062)

                                                           






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013


DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Penyakit demam berdarah atau sering disingkat menjadi DB merupakan penyakit demam akut yang diakibatkan oleh virus dengue karena gigitan nyamuk dari genus Aedes yang masuk ke peredaran darah manusia. Nyamuk tersebut yang membawa penyakit tersebut adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus dengue terbagi menjadi empat jenis namun masih berelasi dan menyebabkan penyakit demam berdarah. Penyakit demam berdarah sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis terutama terjadi di musim hujan yang lembab.
Virus dengue merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembap. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia.

1.        Penyebab Penyakit Demam Berdarah
Penyakit demam berdarah bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektor pembawanya yakni nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus. Sebenarnya bukan nyamuk ini penyebabnya tetapi dia menjadi pembawa virus dengue yang berasal dari orang yang menderita penyakit demam berdarah yang digigit oleh nyamuk tersebut. Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses), yang merupakan virus dari famili Flaviviridae. Virus dengue merupakan penyebab utama penyakit demam berdarah. Ada empat jenis virus yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Gejala demam berdarah akan muncul ketika seseorang terinfeksi salah satu dari virus dengue tersebut. Seseorang bisa terinfeksi sedikitnya dua jenis virus dengue dalam hidupnya namun hanya sekali untuk masing-masing virus yang dapat menginfeksi tubuh. Masa inkubasi virus tersebut dalam tubuh nyamuk adalah sekitar 8-10 hari dan akan ditransmisi ke dalam tubuh orang yang digigitnya. Virus dengue tersebut pun bisa disebarkan ke keturunannya.
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya.  Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial).  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk.
Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus yaitu :
1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat. Infeksi oleh salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.
gambar 1. Virus Dengue

2.        Penyebaran Penyakit/ Distribusi Geografis
Penyakit Demam berdarah dengue yang selanjutnya disebut DBD merupakan salah satu permasalahan utama yang berkembang dan endemik di benua Amerika, Eropa, Afrika, Asia, Australia, beberapa pulau di India, dan Caribbia
Demam berdarah diyakini merupakan salah satu penyakit yang sudah ada lama di dunia. Jejak rekam mengenai penyakit dengan gejala yang serupa telah ditemukan di ensiklopedia medis dari Cina tertanggal tahun 992.  Seiring dengan perkembangan global di bidang pelayaran dan industri pengiriman barang melalui laut di abad ke 18 dan 19, kota-kota pelabuhan bertambah dengan pesat dan menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan nyamuk vektor bagi penyakit demam berdarah. Nyamuk dan virus yang berperan dalam penyakit ini terus menyebar ke berbagai daerah baru dan telah menyebabkan banyak epidemi di seluruh dunia.  Salah satu epidemi demam berdarah yang paling pertama terjadi di daerah Asia Tenggara. Laporan resmi pertama mengenai pasien yang terjangkit penyakit serupa demam berdarah terjadi pada tahun 1779.
World Health Organization (WHO) mencatat sekitar 50 – 100 juta kasus dengue yang direkam dari semua lapisan dunia, dan 2/5 populasi dunia memiliki resiko tinggi terhadap dengue dan lebih dari seratus negara telah terinfeksi virus dengue. Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi.
Penyakit DBD sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1968. Penyakit ini pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya, Jawa Timur.1 Sejak saat itu, penyakit DBD menyebar hingga ke seluruh Indonesia. Selama tahun 1996-2005 tercatat 334.685 kasus DB dengan jumlah penderita yang meninggal 3.092 orang. Jakarta sebagai kota terpadat di Indonesia memiliki jumlah penderita DBD terbesar di Indonesia. Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta, kasus DBD di Jakarta terus meningkat. Bahkan pada tahun 2007, Pemda DKI Jakarta menetapkan ada 16 kelurahan yang menjadi zona merah kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue, salah satunya adalah Kelurahan Pademangan Barat. (Widyawati, 2011)
Faktanya selama kurun waktu 1989 s.d 1993, di Indonesia setiap tahun rata-rata 18.000 orang dirawat di Rumah Sakit karena terserang penyakit ini dan 700 -750 orang diantaranya meninggal dunia. Sehingga penyakit DBD di Indonesia merupakan penyakit endemis dari tahun ke tahun angka kejadian dan daerah yang terjangkit terus meningkat serta sering menyebabkan kejadian luar biasa (KLB).

3.        Habitat dan Klasifikasi Parasit
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD biasanya hidup di rumahan penduduk terutama di genangan air. Mulanya nyamuk ini hanya berkembang di air bersih, namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak di air kotor selama kotorannya sudah mengendap. Berikut ini merupakan jenis air yang merupakan habitat nyamuk Aedes aegypti.
a.         Air Sumur Gali (Air Tanah Dangkal)
Sumur gali merupakan sarana air bersih yang mengambil air dari lapisan tanah dengan cara menggali lubang di tanah dengan kedalaman tertentu mulai 3 – 15 meter tergantung pada kedudukan muka air tanah setempat dan topografi tanah daerah tersebut. Biasanya air sumur gali relatif dekat dengan tanah permukaan, oleh karenanya dengan mudah dapat terkena kontaminasi melalui rembesan. Secara fisik air sumur juga jernih serta mengandung cukup bahan mineral yang dibutuhkan oleh manusia. Air sumur gali mengandung BOD 7,6 mg/l, COD 14,3 mg/l, ammonia 0,004 mg/l, TDS 11,2 mg/l, CO2 total 8,5 mg/l, suhu 29,5oC dan pH 6,9.
b.         Air Comberan ( Air Limbah Rumah Tangga)
Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic waste water) yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Limbah domestic yaitu semua buangan yang berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga dan sebagainya yang secara kumulatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik berupa padat/cair, bahan berbahaya dan beracun (B3), garam terlarut, lemak,bakteri terutama golongan fecal coli, jasad patogen dan parasit.
c.         Air Limbah Sabun Mandi
Limbah rumah tangga khususnya limbah dari kamar mandi yaitu limbah sabun mandi cair merupakan limbah yang banyak dihasilkan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Limbah ini mengandung kadar COD yang cukup tinggi dan akan membahayakan badan air penerima limbah tersebut. Air limbah sabun mandi mengandung BOD 1285,5 mg/l, COD 2360,4 mg/l, ammonia 2,1 mg/l, TDS 115,2 mg/l, CO2 total 218,9 mg/l, suhu 30,6oC dan pH 12,8.
d.         Air Bersih
Air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping.  Air bersih (air PDAM) mengandung BOD 4,2 mg/l, COD 9,1 mg/l, ammonia 0 mg/l, TDS 6,5 mg/l, CO2 total 3,6 mg/l, suhu 29,8oC dan pH 7,1.
Penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus dengue ini memiliki vektor nyamuk Aedes aegypti yang merupakan nyamuk penghisap darah. Nyamuk yang menghisap darah manusia adalah nyamuk betina. Klasifikasi nyamuk sendiri adalah:
Kingdom                 : Animalia
Filum                       : Arthropoda
Kelas                       : Insecta
Ordo                       : Diptera
Famili                      : Culicidae
Genus                      : Aedes
Upagenus                : Stegomyia
Spesies                    : Ae. Aegypti
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti



4.             Morfologi dan  Siklus Hidup Nyamuk
Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Dibagian punggung tubuhnya tampak 2 garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini.
Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan nyata dalam hal uktran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan.

Gambar 3. morfologi nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Setelah kira-kira dua hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Faktor biotik seperti predator, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik, komunitas mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga berpengaruh terhadap siklus hidup Aedes aegypti.

Gambar 4. Siklus hidup Aedes aegypti
 
a.       Stadium telur
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas permukaan air. Setiap hari nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. Pada kondisi yang buruk (dalam kondisi kekeringan yang lama), telur dapat bertahan hingga lebih dari satu tahun. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Gambar 5. Telur nyamuk
b.      Larva
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk dua hari untuk masa menjadi pupa. Akan tetapi, pada suhu rendah, mungkin akan dibutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.
Gambar 6. Larva nyamuk
c.       Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tempak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomor 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva.
 Gambar 7. Pupa nyamuk
d.      Imago
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.

5.             Mekanisme Transmisi- Portal of Entry
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi:
(1)        aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
(2)        agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan
(3)        kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan:
(1)   peningkatan permiabilitas kapiler;
(2)   kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati.
Gambar 8. Skematik infeksi virus

6.             Mekanisme Transmisi- Portal of Extry
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penyakit menular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam sampai 3-5 hari setelah demam. Apabila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di erbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Dalam darah manusia virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu  1 minggu.
7.             Sumber Infeksi/ Hospes Reservoir
Penularan DBD terjadi dari gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus  betina yang sebelumnya membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lainnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup disekitar rumah dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang hari.
Populasi nyamuk Aedes aegypti biasanya meningkat pada waktu musim penghujan, karena sarang-sarang nyamuk akan terisi air hujan. Peningkatan populasi ini akan berarti meningkat kemungkinan bahwa penyakit DBD di daerah endemis. Daerah endemis adalah daerah yang rawan bersarang nyamuk karena penyebaran nyamuk di daerah endemis kemungkinan akan semakin meningkat.

8.             Patofisiologis dan gejala Klinis
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Tanda dan gejala pada penyakit DB diawali dengan mendadak panas meningkat selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38o C-40o C, terjadi penularan pada hidung dan gusi, rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah, kadang-kadang disertai dengan syok karena tekanan darah menurun menjadi 20 mmHg atau kurang. Tekanan sistolik sampai 80mmHG atau lebih rendah, manifestasi perdarahan, dengan bentuk uji tourniquet positif puspura perdarahan, konjungtiva, epitaksis, dan melena, dan gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Menurut WHO (1997), derajat parahanya penyakit DBD dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :
1. Derajat I (Ringan)
Bila demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan adalah hasil uji torniquet positif dan/atau mudah memar.
2. Derajat II (Sedang)
Bila perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada derajat 1, biasanya disertai dengan manifestasi perdarahan kulit, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
3. Derajat III (Berat)
Apabila terjadi kegagalan peredaran darah perifer dimanifestasikan dengan nadi cepat, dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, kulit dingin, lembab, dan gelisah.
4. Derajat IV (Berat sekali)
Bila terjadi renjatan berat dengan tekanan darah tidak terukur, dan nadi tidak terdeteksi.
Gambaran klinis amat bervariasi dari yang ringan, sedang seperti DD sampai ke DBD dengan manifestasi demam akut, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah dan batuk ringan.
Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata dapat ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksatem dapat muncul pada awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada berlangsung beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke-3-6 berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan cep-at menghilang, bekas bekasnya kadang terasa gatal. Pada sebagian pasien dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik.
Dalam pemeriksaan fisik pasien DD hampir tidak ditemukan kelaianan. Nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau hari ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah.
Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara hari -3 dan hari ke-7 penyakit. Diagnosis Kriteria klinis DD adalah :
1. Suhu badan yang tiba-tiba meninggi
2. Demam yang berlangsung hanya beberapa hari
3. Kurva demam yang menyerupai pelana kuda
4. Nyeri tekan terutama di oto-otot dan persendian
5. Adanya ruam-ruam pada kulit
6. Leucopenia
Kriteria klinis DBD menurut WHO 1986, adalah :
1. Demam akut, yang tetap- tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada punggung, tulang, persendian, dan kepala.
2. Manifestasi perdarahan, seperti uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena.
3. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus.
4. Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi saat demam biasanya mempunyai prognosis yang buruk.
5. Kenaikan nilai Ht/hemokonsentrasi yaitu sedikitnya 20%.
Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut :
1. Derajat I (ringan), terdapat demam selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket positif.
2. Derajat II (sedang), ditemukan pula perdarahan kulit dan dan manifestasi perdarahan lain.
3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda dini renjatan.
4. Derajat IV, terdapat DSS dengan nadi dan tekanan darah yang tak terukur.
9.             Penularan DBD
                 Penularan DBD kepada manusia menurut Departemen Kesehata RI (1995) antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a.       Kepadatan vektor akan memberi peluang yang lebih besar bagi nyamuk untuk menggigit.
b.      Kepadatan penduduk yang lebih padat, lebih mudah untuk terjadi penularan DBD karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter.
c.       Mobilitas penduduk memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
d.      Jarak antar rumah, pencahayaan (terang atau gela) dan bahan bangunan akan mempengaruhi terjadinya penularan.
e.        Tingkat penduduk akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan.
f.       Sikap hidup dan kebiasaan masyarakat apablia rajin dan senang akan kebersihan serta tanggap dalam asalah kesehatan maka akan mengurangi resiko tertular suatu penyakit.
Tempat-tempat yang potensial  untuk terjadi penularan DBD antara lain:
a.       Wilayah yang banyak kasus DBD.
b.      Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpul orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar.
c.       Pemukiman baru dipinggir kota yang karena di lokasi ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah kota kemungkinan diantaranya penderita atau carier yang membawa virus.

10.         Diagnosis dan terapi
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:
1.      Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2.      Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3.      Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4.      Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

Pemeriksaan Di Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.
Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.
Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1.      Penanganan tersangka DBD tanpa syok.
2.      Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3.      Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.
4.      Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
5.      Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.
Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.

11.         Usaha-usaha Pencegahan penyakit DBD
Hingga kini, belum ada vaksin atau obat antivirus bagi penyakit ini. Tindakan paling efektif untuk menekan epidemi demam berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan dan sedapat mungkin menghindari vektor nyamuk pembawa virus dengue. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:
a.       Lingkungan
Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk, antara lain dengan menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah, dan perbaikan desain rumah.
b.      Biologis
Secara biologis, vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat dikontrol dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri.
c.       Kimiawi
Pengasapan (fogging) dapat membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik-jentik nyamuk. Selain itu dapat juga digunakan larvasida.
Selain itu oleh karena nyamuk Aedes aktif di siang hari beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan senyawa anti nyamuk yang mengandung DEET, pikaridin, atau minyak lemon eucalyptus, serta gunakan pakaian tertutup untuk dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk bila sedang beraktivitas di luar rumah. Selain itu, segeralah berobat bila muncul gejala-gejala penyakit demam berdarah sebelum berkembang menjadi semakin parah.
Tips Pencegahan DBD
·            Gunakan kelambu pada tempat tidur atau boks bayi, karena dengan adanya kelambu maka nyamuk Aedes Aegypti yaitu nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue tdk akan bisa masuk dan menyentuh bayi anda.
·            Pasang kawat kasa yang lembut pada setiap sirkulasi rumah seperti ventilasi, jendela, pintu dan lubang lainnya.
·            Anda bisa memakaikan lotion anti nyamuk pada bayi. Tapi anda harus ber hati-hati, karena tidak semua lotion anti nyamuk akan cocok dg kulit bayi yang masih sensitif.
·            Jika anda mempunyai kolam, maka isi kolam anda dengan ikan yang biasanya gemar memakan jentik-jentik nyamuk.
·            Tingkatkan gizi pada balita anda. Gizi yang seimbang sangat bermanfaat bagi bayi dan balita anda, tindakan ini sebagai pencegahan dari dalam tubuh dalam menghadapi penyakit demam berdarah dengue (DBD). Dengan kebutuhan gizi yang seimbang maka daya tahan bayi dan balita akan meningkat.
·            Taburkan bubuk Abate di setiap genangan air di sekitar anda. Karena bubuk ini bisa membunuh jentik-jentik nyamuk. Termasuk nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah.
·            Lakukan Fogging atau pengasapan.
·            Hindari ruangan yang lembap dan tanpa sirkulasi udara.
Nyamuk sangat suka hidup di tempat atau ruangan yang lembap dan gelap.Agar tdk menjadi sarang nyamuk maka perbaiki sirkulasi udara ruangan anda dan beri penerangan biar nyamuk tak menetap di ruangan anda.
a.       Singkirkan baju-baju kotor anda yang menumpuk.
Nyamuk juga suka hinggap dan menetap di atas tumpukan baju yg kotor. Hal ini tentunya akan membahayakan diri anda dan balita anda. Agar ruangan atau kamar anda bebas dari nyamuk-nyamuk nakal, segera rapikan tumpukan baju kotor anda dg memasukkan ke bak atau keranjang dan tutup rapat kalau anda belum ada kesempatan untuk mencucinya.
b.      Tanamlah tumbuhan anti nyamuk di sekitar rumah anda.
Sudah banyak bukti tentang kegunaan tanaman ini. Dengan menanamnya di sekitar cendela kamar atau di pekarangan dan dekat pintu rumah anda maka nyamuk akan enggan memasuki ruangan anda. Tanaman ini adalah bunga Lafender dan Jeruk. Selain mengusir nyamuk, tanaman ini bisa memperindah ruangan dan pekarangan anda.
c.       Perbaiki ruangan anda dengan memasang ventilasi sinar matahari.
Hal ini dimaksudkan agar sinar matahari bisa memasuki ruangan anda, di karenakan nyamuk adalah hewan yang sering beraktivitas di malam hari atau di kegelapan. Dengan adanya sinar matahari yg masuk ke ruangan anda maka nyamuk akan pergi karena tidak menyukai sinar matahari yang bisa membubuhnya.
d.      Program 3 M harus anda lakukan.
3 M adalah menguras, menutup dan mengubur. 
   1. Menguras.
Luangkan sedikit waktu anda untuk menguras secara rutin tempat-tempat air, misalnya tempat minum burung, vas bunga dan bak mandi anda. Dengan menguras dan mengganti air yang baru akan membatasi berkembangnya nyamuk Demam Berdarah.
   2. Mengubur.
Salah satu penyebab penyebaran nyamuk demam berdarah adalah adanya kaleng atau botol kosong yg terisi air. Dengan menimbun atau mengubur ke dalam tanah dari kaleng atau botol yg sudah tdk digunakan tersebut akan menghambat bertelurnya nyamuk demam berdarah.
   3. Menutup.
Tindakan untuk menutup rapat tempat penampungan air juga sangat bermanfaat untuk menghambat berkembangnya nyamuk demam berdarah. Karena nyamuk tidak akan bisa bertelur di tempat penampungan air karena sudah tertutup rapat.
Dan yang terakhir adalah selalu waspada akan datangnya penyakit Demam Berdarah.

12.         Pengobatan DBD
Sampai saat ini belum ada obat spesifik bagi penderita demam berdarah. Banyak orang yang sembuh dari penyakit ini dalam jangka waktu 2 minggu. Tindakan pengobatan yang umum dilakukan pada pasien demam berdarah yang tidak terlalu parah adalah pemberian cairan tubuh (lewat minuman atau elektrolit) untuk mencegah dehidrasi akibat demam dan muntah, konsumsi obat yang mengandung acetaminofen (misalnya tilenol) untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam serta banyak istirahat. Aspirin dan obat anti peradangan nonsteroidal seperti ibuprofen dan sodium naproxen justru dapat meningkatkan risiko pendarahan. Bagi pasien dengan demam berdarah yang lebih parah, akan sangat disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit, pemberian infus dan elektrolit untuk mengganti cairan tubuh, serta transfusi darah akibat pendarahan yang terjadi. Seseorang yang terkena demam berdarah juga harus dicegah terkena gigitan nyamuk, karena dikhawatirkan dapat menularkan virus dengue kepada orang lain yang sehat



 

DAFTAR PUSTAKA


Alfarizi. 2011. Patofisiologi / Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/04/patofisiologi-perjalanan-penyakit-demam.html [diakses pada 24 Maret 2013].

Ginanjar. Genis. 2008. Demam Berdarah. Jakarta:PT Mizan Publika

Sarono, Widodo. 2010. Diagnosis Dan terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengue. Dalam http://widodo-sarono.blogspot.com/2010/12/diagnosis-dan-terapi-cairan-pada-demam_22.html . [diakses pada 24 Maret 2013].
Supriyadi, Didi. 2012. Sistem Informasi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. Semarang: Unpad

Widodo. Mariyanto. 20123. Tips Pencegahan Datangnya Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dalam http://www.magetanindah.com/2013/01/tips-pencegahan-datangnya-penyakit-demam-berdarah-dengue.html  [diakses pada 24 Maret 2013].

Widyawati. Dkk. 2011. Penggunaan Sistem Informasi Geografi Efektif Memprediksi Potensi Demam Berdarah Di Kelurahan Endemik. Makara, Kesehatan, Vol. 15, No. 1, Juni 2011: 21-30 21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar