MAKALAH
DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD)
(Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Parasitologi)
Oleh:
Yessi Rizki Meirina (100210103062)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2013
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Penyakit
demam berdarah atau sering disingkat menjadi DB merupakan penyakit demam akut
yang diakibatkan oleh virus dengue karena gigitan nyamuk dari genus Aedes yang
masuk ke peredaran darah manusia. Nyamuk tersebut yang membawa penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus dengue terbagi
menjadi empat jenis namun masih berelasi dan menyebabkan penyakit demam
berdarah. Penyakit demam berdarah sering ditemukan di daerah tropis dan
subtropis terutama terjadi di musim hujan yang lembab.
Virus
dengue merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.
Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai
belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembap. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus
dengue di seluruh dunia.
1.
Penyebab
Penyakit Demam Berdarah
Penyakit
demam berdarah bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang
menjadi vektor pembawanya yakni nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus.
Sebenarnya bukan nyamuk ini penyebabnya tetapi dia menjadi pembawa virus dengue
yang berasal dari orang yang menderita penyakit demam berdarah yang digigit
oleh nyamuk tersebut. Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus
dengue virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses), yang merupakan virus dari famili Flaviviridae. Virus
dengue merupakan penyebab utama penyakit demam berdarah. Ada empat jenis virus
yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Gejala demam berdarah akan muncul ketika
seseorang terinfeksi salah satu dari virus dengue tersebut. Seseorang bisa terinfeksi
sedikitnya dua jenis virus dengue dalam hidupnya namun hanya sekali untuk
masing-masing virus yang dapat menginfeksi tubuh. Masa inkubasi virus tersebut
dalam tubuh nyamuk adalah sekitar 8-10 hari dan akan ditransmisi ke dalam tubuh
orang yang digigitnya. Virus dengue tersebut pun bisa disebarkan ke
keturunannya.
Sistem
imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan
mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk
ke dua kalinya. Seseorang dapat
terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun
jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem
imun tubuh yang terbentuk.
Virus dengue
dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk
dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes
albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan
menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap
darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus
di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan
virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga
dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur
(transovarial). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat
pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh
vektor nyamuk.
Sampai
saat ini dikenal ada 4 serotype virus yaitu :
1. Dengue 1 diisolasi
oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 diisolasi
oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi
oleh Sather
4. Dengue 4 diisolasi
oleh Sather.
Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue
type 3 merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat.
Infeksi oleh salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotype lain tersebut Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah
meningkat pada seseorang yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat
infeksi pertama. Selain itu, risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada
wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang
berasal dari ras Kaukasia.
gambar 1. Virus Dengue
2.
Penyebaran
Penyakit/ Distribusi Geografis
Penyakit
Demam berdarah dengue yang selanjutnya disebut DBD merupakan salah satu
permasalahan utama yang berkembang dan endemik di benua Amerika, Eropa, Afrika,
Asia, Australia, beberapa pulau di India, dan Caribbia
Demam berdarah
diyakini merupakan salah satu penyakit yang sudah ada lama di dunia. Jejak
rekam mengenai penyakit dengan gejala yang serupa telah ditemukan di
ensiklopedia medis dari Cina tertanggal tahun 992. Seiring dengan perkembangan global di bidang
pelayaran dan industri pengiriman barang melalui laut di abad ke 18 dan 19,
kota-kota pelabuhan bertambah dengan pesat dan menciptakan kondisi lingkungan
yang sesuai bagi pertumbuhan nyamuk vektor bagi penyakit demam berdarah. Nyamuk
dan virus yang berperan dalam penyakit ini terus menyebar ke berbagai daerah
baru dan telah menyebabkan banyak epidemi di seluruh dunia. Salah satu epidemi demam berdarah yang paling
pertama terjadi di daerah Asia Tenggara. Laporan resmi pertama mengenai pasien
yang terjangkit penyakit serupa demam berdarah terjadi pada tahun 1779.
World
Health Organization (WHO) mencatat sekitar 50 – 100 juta
kasus dengue yang direkam dari semua lapisan dunia, dan 2/5 populasi
dunia memiliki resiko tinggi terhadap dengue dan lebih dari seratus
negara telah terinfeksi virus dengue. Aedes aegypti tersebar luas di
wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, terutama di sebagian besar wilayah
perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini relatif sering
terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air pedesaan dan
perbaikan sistem transportasi.
Penyakit DBD sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1968. Penyakit
ini pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya, Jawa Timur.1 Sejak saat itu,
penyakit DBD menyebar hingga ke seluruh Indonesia. Selama tahun 1996-2005 tercatat 334.685 kasus DB dengan jumlah penderita yang meninggal 3.092 orang. Jakarta sebagai kota terpadat di
Indonesia memiliki
jumlah penderita DBD terbesar di Indonesia. Menurut
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, kasus DBD di Jakarta terus meningkat. Bahkan pada
tahun 2007, Pemda DKI Jakarta menetapkan ada 16 kelurahan yang menjadi zona
merah kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue, salah satunya adalah
Kelurahan Pademangan Barat. (Widyawati, 2011)
Faktanya
selama kurun waktu 1989 s.d 1993, di Indonesia setiap tahun rata-rata 18.000
orang dirawat di Rumah Sakit karena terserang penyakit ini dan 700 -750 orang
diantaranya meninggal dunia. Sehingga penyakit DBD di Indonesia merupakan
penyakit endemis dari tahun ke tahun angka kejadian dan daerah yang terjangkit
terus meningkat serta sering menyebabkan kejadian luar biasa (KLB).
3.
Habitat
dan Klasifikasi Parasit
Nyamuk
yang menjadi vektor penyakit DBD biasanya hidup di rumahan penduduk terutama di
genangan air. Mulanya nyamuk ini hanya berkembang di air bersih, namun
penelitian terbaru menunjukkan bahwa nyamuk Aedes
aegypti dapat berkembang biak di air kotor selama kotorannya sudah
mengendap. Berikut ini merupakan jenis air yang merupakan habitat nyamuk Aedes aegypti.
a.
Air Sumur Gali (Air Tanah Dangkal)
Sumur gali merupakan
sarana air bersih yang mengambil air dari lapisan tanah dengan cara menggali
lubang di tanah dengan kedalaman tertentu mulai 3 – 15 meter tergantung pada kedudukan
muka air tanah setempat dan topografi tanah daerah tersebut. Biasanya air sumur
gali relatif dekat dengan tanah permukaan, oleh karenanya dengan mudah dapat
terkena kontaminasi melalui rembesan. Secara fisik air sumur juga jernih serta
mengandung cukup bahan mineral yang dibutuhkan oleh manusia. Air sumur gali
mengandung BOD 7,6 mg/l, COD 14,3 mg/l, ammonia 0,004 mg/l, TDS 11,2 mg/l, CO2 total
8,5 mg/l, suhu 29,5oC dan pH 6,9.
b.
Air Comberan ( Air Limbah Rumah Tangga)
Air buangan yang
bersumber dari rumah tangga (domestic waste water) yaitu air limbah yang
berasal dari pemukiman penduduk. Limbah domestic yaitu semua buangan yang
berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan
rumah tangga dan sebagainya yang secara kumulatif limbah tadi terdiri atas zat
organik baik berupa padat/cair, bahan berbahaya dan beracun (B3), garam
terlarut, lemak,bakteri terutama golongan fecal coli, jasad patogen dan
parasit.
c.
Air Limbah Sabun Mandi
Limbah rumah tangga
khususnya limbah dari kamar mandi yaitu limbah sabun mandi cair merupakan
limbah yang banyak dihasilkan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun masyarakat
pedesaan. Limbah ini mengandung kadar COD yang cukup tinggi dan akan membahayakan
badan air penerima limbah tersebut. Air limbah sabun mandi mengandung BOD
1285,5 mg/l, COD 2360,4 mg/l, ammonia 2,1 mg/l, TDS 115,2 mg/l, CO2 total 218,9
mg/l, suhu 30,6oC dan pH 12,8.
d.
Air Bersih
Air bersih yaitu air
yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi
persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Adapun persyaratan yang
dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas
fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak
menimbulkan efek samping. Air bersih
(air PDAM) mengandung BOD 4,2 mg/l, COD 9,1 mg/l, ammonia 0 mg/l, TDS 6,5 mg/l,
CO2 total 3,6 mg/l, suhu 29,8oC dan pH 7,1.
Penyakit demam berdarah yang disebabkan
oleh virus dengue ini memiliki vektor nyamuk Aedes aegypti yang merupakan nyamuk penghisap darah. Nyamuk yang
menghisap darah manusia adalah nyamuk betina. Klasifikasi nyamuk sendiri
adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Upagenus :
Stegomyia
Spesies :
Ae. Aegypti
Gambar 2. Nyamuk Aedes
aegypti
4.
Morfologi
dan Siklus Hidup Nyamuk
Nyamuk
Aedes aegypti betina dewasa memiliki
tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang
kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih
keperakan. Dibagian punggung tubuhnya tampak 2 garis melengkung vertikal di
bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini.
Sisik-sisik pada
tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan
identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
perbedaan nyata dalam hal uktran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih
kecil daripada betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk
jantan.
Gambar
3. morfologi nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk
Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur
pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina
dapat bertelur rata-rata 100 butir. Setelah kira-kira dua hari telur menetas
menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi
pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Faktor biotik seperti predator, kompetitor
dan makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya
pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago.
Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan
organik, komunitas mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Aedes aegypti.
|
a. Stadium
telur
Telur diletakkan satu
persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas permukaan air. Setiap
hari nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100 butir.
Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain.
Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya di
beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Telur akan menetas pada
saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang
sama. Pada kondisi yang buruk (dalam kondisi kekeringan yang lama), telur dapat
bertahan hingga lebih dari satu tahun. Kapasitas telur untuk menjalani masa
pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Gambar 5. Telur nyamuk
b. Larva
Terdapat empat tahapan
dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke
instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Lamanya perkembangan larva
akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan kepadatan larva pada
sarang. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai
kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk
dua hari untuk masa menjadi pupa. Akan tetapi, pada suhu rendah, mungkin akan
dibutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.
Gambar 6. Larva nyamuk
c. Pupa
Pupa nyamuk Aedes
aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax)
lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tempak seperti
tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat
bernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat
pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang
dan bulu di nomor 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk
tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva.
Gambar 7. Pupa nyamuk
d. Imago
Nyamuk Aedes
aegypti dewasa memiliki
ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi
sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies
ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas
sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk
jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan
nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina
tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih
kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk
jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
5.
Mekanisme
Transmisi- Portal of Entry
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi
– virus juga menimbulkan agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak
teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang
akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun
dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi:
(1)
aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat
anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga
terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
(2)
agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut
akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi
mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan
(3)
kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan:
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan:
(1)
peningkatan permiabilitas kapiler;
(2)
kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati;
trombositopenia; dan kuagulopati.
Gambar 8. Skematik
infeksi virus
6.
Mekanisme
Transmisi- Portal of Extry
Seseorang
yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penyakit menular
DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam sampai 3-5 hari setelah demam. Apabila penderita tersebut digigit nyamuk
penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di erbagai
jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu
setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada
orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya.
Dalam darah manusia virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu 1 minggu.
7.
Sumber
Infeksi/ Hospes Reservoir
Penularan
DBD terjadi dari gigitan nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus betina yang sebelumnya membawa virus dalam
tubuhnya dari penderita demam berdarah lainnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup disekitar rumah dan sering menggigit manusia
pada waktu pagi dan siang hari.
Populasi
nyamuk Aedes aegypti biasanya
meningkat pada waktu musim penghujan, karena sarang-sarang nyamuk akan terisi
air hujan. Peningkatan populasi ini akan berarti meningkat kemungkinan bahwa
penyakit DBD di daerah endemis. Daerah endemis adalah daerah yang rawan
bersarang nyamuk karena penyebaran nyamuk di daerah endemis kemungkinan akan
semakin meningkat.
8.
Patofisiologis
dan gejala Klinis
Setelah virus dengue masuk ke dalam
tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial
seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada
DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Tanda
dan gejala pada penyakit DB diawali dengan mendadak panas meningkat selama 2-7
hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38o C-40o C,
terjadi penularan pada hidung dan gusi, rasa sakit pada otot dan persendian,
timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah,
kadang-kadang disertai dengan syok karena tekanan darah menurun menjadi 20 mmHg
atau kurang. Tekanan sistolik sampai 80mmHG atau lebih rendah, manifestasi
perdarahan, dengan bentuk uji tourniquet positif puspura perdarahan,
konjungtiva, epitaksis, dan melena, dan gejala klinik lainnya yang dapat
menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan
sakit kepala.
Fenomena
patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF
ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.
Menurut
WHO (1997), derajat parahanya penyakit DBD dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :
1. Derajat I (Ringan)
Bila demam disertai
dengan gejala konstitusional non-spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah hasil uji torniquet positif dan/atau mudah memar.
2. Derajat II (Sedang)
Bila perdarahan spontan
selain manifestasi pasien pada derajat 1, biasanya disertai dengan manifestasi
perdarahan kulit, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
3. Derajat III (Berat)
Apabila terjadi
kegagalan peredaran darah perifer dimanifestasikan dengan nadi cepat, dan lemah
serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, kulit dingin, lembab, dan
gelisah.
4. Derajat IV (Berat
sekali)
Bila terjadi renjatan
berat dengan tekanan darah tidak terukur, dan nadi tidak terdeteksi.
Gambaran
klinis amat bervariasi dari yang ringan, sedang seperti DD sampai ke DBD dengan
manifestasi demam akut, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat
berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala,
nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah dan batuk ringan.
Sakit
kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital dan retroorbital. Nyeri
di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata
dapat ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia.
Otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksatem dapat muncul pada awal demam yang
terlihat jelas di muka dan dada berlangsung beberapa jam lalu akan muncul
kembali pada hari ke-3-6 berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu ke
seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan cep-at
menghilang, bekas bekasnya kadang terasa gatal. Pada sebagian pasien dapat
ditemukan kurva suhu yang bifasik.
Dalam
pemeriksaan fisik pasien DD hampir tidak ditemukan kelaianan. Nadi pasien
mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan
ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat
ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien DBD dapat
terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau hari ke-5 berupa petekie,
purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar
dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada
pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan
dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari
tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah.
Renjatan
biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara hari -3 dan hari
ke-7 penyakit. Diagnosis Kriteria klinis DD adalah :
1. Suhu badan yang
tiba-tiba meninggi
2. Demam yang
berlangsung hanya beberapa hari
3. Kurva demam yang
menyerupai pelana kuda
4. Nyeri tekan terutama
di oto-otot dan persendian
5. Adanya ruam-ruam
pada kulit
6. Leucopenia
Kriteria
klinis DBD menurut WHO 1986, adalah :
1.
Demam akut, yang tetap- tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis.
Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada
punggung, tulang, persendian, dan kepala.
2.
Manifestasi perdarahan, seperti uji turniket positif, petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena.
3. Pembesaran hati dan
nyeri tekan tanpa ikterus.
4.
Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi saat demam biasanya mempunyai
prognosis yang buruk.
5. Kenaikan nilai
Ht/hemokonsentrasi yaitu sedikitnya 20%.
Derajat
beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut :
1.
Derajat I (ringan), terdapat demam selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain
dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket positif.
2.
Derajat II (sedang), ditemukan pula perdarahan kulit dan dan manifestasi
perdarahan lain.
3. Derajat III,
ditemukan tanda-tanda dini renjatan.
4. Derajat IV, terdapat
DSS dengan nadi dan tekanan darah yang tak terukur.
9.
Penularan
DBD
Penularan
DBD kepada manusia menurut Departemen Kesehata RI (1995) antara lain
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kepadatan
vektor akan memberi peluang yang lebih besar bagi nyamuk untuk menggigit.
b. Kepadatan
penduduk yang lebih padat, lebih mudah untuk terjadi penularan DBD karena jarak
terbang nyamuk diperkirakan 50 meter.
c. Mobilitas
penduduk memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
d. Jarak
antar rumah, pencahayaan (terang atau gela) dan bahan bangunan akan
mempengaruhi terjadinya penularan.
e. Tingkat penduduk akan mempengaruhi cara
berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan.
f. Sikap
hidup dan kebiasaan masyarakat apablia rajin dan senang akan kebersihan serta
tanggap dalam asalah kesehatan maka akan mengurangi resiko tertular suatu
penyakit.
Tempat-tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD antara lain:
a. Wilayah
yang banyak kasus DBD.
b. Tempat-tempat
umum yang merupakan tempat berkumpul orang-orang yang datang dari berbagai
wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue
cukup besar.
c. Pemukiman
baru dipinggir kota yang karena di lokasi ini penduduk umumnya berasal dari
berbagai wilayah kota kemungkinan diantaranya penderita atau carier yang
membawa virus.
10.
Diagnosis
dan terapi
Berdasarkan
kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara
2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi
perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan
mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit
<100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran
plasma sbb:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
Pemeriksaan Di Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada
hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai
hari ke 3 demam.
Pada DBD yang
disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi,
dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.
Untuk membuktikan
etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus,
pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi,
yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini
membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2
minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini,
seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi
genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan
lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga
relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan
timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah
pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.
Imunoserologi berupa
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang
setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14,
sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2. Salah satu metode
pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik
virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1
diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat
perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat
terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA,
antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari
ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi
sekunder Dengue.
Pemeriksaan antigen
NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.
Pemeriksaan
radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan
untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan
pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana
diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan
adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada
umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari
ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang
interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan
sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan
cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring
(pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi
yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi
saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa
parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.
Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari
karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama
penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1.
Penanganan tersangka DBD tanpa syok.
2.
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3.
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.
4.
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
5.
Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
Ada dua hal penting
yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada penatalaksanaan
demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah
serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah
untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik
kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat
diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada
terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat
dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam
penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman
dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan
memiliki efek alergi yang minimal.
Secara umum,
penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek
samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,
asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid
memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan
RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular
hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen
interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml
bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang
intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.
Namun demikian, dalam
aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain
mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi
plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan
reaksi anafilaktik.
Dibandingkan cairan
kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah
volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang
lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan
kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan
hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan
dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang
lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping
koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid
dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak
dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan,
memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang
menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan
DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses
publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya
kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan
berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan
rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma.
Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg,
adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma
yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam.
Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil
adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit
perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan
apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah.
Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas
hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil
(derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10
mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan
cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar
6 dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat,
namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan
internal.
11.
Usaha-usaha
Pencegahan penyakit DBD
Hingga kini, belum ada vaksin atau obat
antivirus bagi penyakit ini. Tindakan paling efektif untuk menekan epidemi
demam berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan dan sedapat mungkin
menghindari vektor nyamuk pembawa virus dengue. Pengendalian nyamuk tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:
a. Lingkungan
Pencegahan demam
berdarah dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk, antara lain dengan
menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu,
mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup
dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas
dan ban bekas di sekitar rumah, dan perbaikan desain rumah.
b. Biologis
Secara biologis,
vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat dikontrol dengan menggunakan ikan
pemakan jentik dan bakteri.
c. Kimiawi
Pengasapan (fogging)
dapat membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian bubuk abate pada
tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik-jentik nyamuk. Selain itu
dapat juga digunakan larvasida.
Selain
itu oleh karena nyamuk Aedes aktif di siang hari beberapa tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan senyawa anti nyamuk yang
mengandung DEET, pikaridin, atau minyak lemon eucalyptus, serta gunakan pakaian
tertutup untuk dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk bila sedang
beraktivitas di luar rumah. Selain itu, segeralah berobat bila muncul
gejala-gejala penyakit demam berdarah sebelum berkembang menjadi semakin parah.
Tips
Pencegahan DBD
·
Gunakan kelambu pada tempat tidur atau boks bayi,
karena dengan adanya kelambu maka nyamuk Aedes Aegypti yaitu nyamuk
penyebab Demam Berdarah Dengue tdk akan bisa masuk dan menyentuh bayi
anda.
·
Pasang kawat kasa yang lembut pada setiap sirkulasi
rumah seperti ventilasi, jendela, pintu dan lubang lainnya.
·
Anda bisa memakaikan lotion anti nyamuk pada bayi.
Tapi anda harus ber hati-hati, karena tidak semua lotion anti nyamuk akan cocok
dg kulit bayi yang masih sensitif.
·
Jika anda mempunyai kolam, maka isi kolam anda dengan
ikan yang biasanya gemar memakan jentik-jentik nyamuk.
·
Tingkatkan gizi pada balita anda. Gizi yang seimbang
sangat bermanfaat bagi bayi dan balita anda, tindakan ini sebagai pencegahan
dari dalam tubuh dalam menghadapi penyakit demam berdarah dengue (DBD). Dengan
kebutuhan gizi yang seimbang maka daya tahan bayi dan balita akan meningkat.
·
Taburkan bubuk Abate di setiap genangan air di sekitar
anda. Karena bubuk ini bisa membunuh jentik-jentik nyamuk. Termasuk nyamuk
Aedes Aegypti penyebab demam berdarah.
·
Lakukan Fogging atau pengasapan.
·
Hindari ruangan yang lembap dan tanpa sirkulasi udara.
Nyamuk sangat suka hidup di tempat atau ruangan yang lembap dan gelap.Agar
tdk menjadi sarang nyamuk maka perbaiki sirkulasi udara ruangan anda dan beri
penerangan biar nyamuk tak menetap di ruangan anda.
a.
Singkirkan baju-baju kotor anda yang menumpuk.
Nyamuk juga
suka hinggap dan menetap di atas tumpukan baju yg kotor. Hal ini tentunya akan
membahayakan diri anda dan balita anda. Agar ruangan atau kamar anda bebas dari
nyamuk-nyamuk nakal, segera rapikan tumpukan baju kotor anda dg memasukkan ke
bak atau keranjang dan tutup rapat kalau anda belum ada kesempatan untuk
mencucinya.
b.
Tanamlah tumbuhan anti nyamuk di sekitar rumah anda.
Sudah banyak
bukti tentang kegunaan tanaman ini. Dengan menanamnya di sekitar cendela kamar
atau di pekarangan dan dekat pintu rumah anda maka nyamuk akan enggan memasuki
ruangan anda. Tanaman ini adalah bunga Lafender dan Jeruk. Selain mengusir
nyamuk, tanaman ini bisa memperindah ruangan dan pekarangan anda.
c.
Perbaiki ruangan anda dengan memasang ventilasi sinar
matahari.
Hal ini
dimaksudkan agar sinar matahari bisa memasuki ruangan anda, di karenakan nyamuk
adalah hewan yang sering beraktivitas di malam hari atau di kegelapan. Dengan
adanya sinar matahari yg masuk ke ruangan anda maka nyamuk akan pergi karena
tidak menyukai sinar matahari yang bisa membubuhnya.
d.
Program 3 M harus anda lakukan.
3 M adalah
menguras, menutup dan mengubur.
1. Menguras.
Luangkan
sedikit waktu anda untuk menguras secara rutin tempat-tempat air, misalnya
tempat minum burung, vas bunga dan bak mandi anda. Dengan menguras dan
mengganti air yang baru akan membatasi berkembangnya nyamuk Demam Berdarah.
2. Mengubur.
Salah satu
penyebab penyebaran nyamuk demam berdarah adalah adanya kaleng atau botol
kosong yg terisi air. Dengan menimbun atau mengubur ke dalam tanah dari kaleng
atau botol yg sudah tdk digunakan tersebut akan menghambat bertelurnya nyamuk
demam berdarah.
3. Menutup.
Tindakan
untuk menutup rapat tempat penampungan air juga sangat bermanfaat untuk
menghambat berkembangnya nyamuk demam berdarah. Karena nyamuk tidak akan bisa
bertelur di tempat penampungan air karena sudah tertutup rapat.
Dan yang
terakhir adalah selalu waspada akan datangnya penyakit Demam Berdarah.
12.
Pengobatan
DBD
Sampai saat ini belum ada obat spesifik bagi penderita demam berdarah.
Banyak orang yang sembuh dari penyakit ini dalam jangka waktu 2 minggu.
Tindakan pengobatan yang umum dilakukan pada pasien demam berdarah yang tidak
terlalu parah adalah pemberian cairan tubuh (lewat minuman atau elektrolit)
untuk mencegah dehidrasi akibat demam dan muntah, konsumsi obat yang mengandung
acetaminofen (misalnya tilenol) untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam
serta banyak istirahat. Aspirin dan obat anti peradangan nonsteroidal seperti
ibuprofen dan sodium naproxen justru dapat meningkatkan risiko pendarahan. Bagi
pasien dengan demam berdarah yang lebih parah, akan sangat disarankan untuk
menjalani rawat inap di rumah sakit, pemberian infus dan elektrolit untuk
mengganti cairan tubuh, serta transfusi darah akibat pendarahan yang terjadi. Seseorang
yang terkena demam berdarah juga harus dicegah terkena gigitan nyamuk, karena
dikhawatirkan dapat menularkan virus dengue kepada orang lain yang sehat
DAFTAR PUSTAKA
Alfarizi. 2011. Patofisiologi /
Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/04/patofisiologi-perjalanan-penyakit-demam.html [diakses pada 24 Maret 2013].
Ginanjar. Genis.
2008. Demam Berdarah. Jakarta:PT
Mizan Publika
Sarono,
Widodo. 2010. Diagnosis Dan terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengue. Dalam http://widodo-sarono.blogspot.com/2010/12/diagnosis-dan-terapi-cairan-pada-demam_22.html
. [diakses pada 24 Maret 2013].
Supriyadi,
Didi. 2012. Sistem Informasi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Menggunakan Metode
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. Semarang: Unpad
Widodo. Mariyanto. 20123. Tips Pencegahan Datangnya Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dalam http://www.magetanindah.com/2013/01/tips-pencegahan-datangnya-penyakit-demam-berdarah-dengue.html [diakses pada 24 Maret 2013].
Widyawati.
Dkk. 2011. Penggunaan Sistem Informasi Geografi Efektif Memprediksi Potensi Demam
Berdarah Di Kelurahan Endemik.
Makara, Kesehatan, Vol. 15, No.
1, Juni 2011: 21-30 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar